Saturday, October 14, 2006

TRUE COMMITMENT


Hari jumat kemarin, aku baru saja bertemu dengan salah seorang sahabat baikku. Kami berkenalan +/- 13 tahun yang lalu, saat kami masih duduk di kelas 2 SMA. Dan persahabatan kami berawal dari sini.

Semasa SMA, aku, dia dan seorang sahabat lainnya hampir boleh dibilang tidak dapat dipisahkan. Meskipun kami bertiga memiliki minat yang sedikit tumpang tindih, Aku dan sahabatku yang kutemui hari jumat kemarin memiliki minat besar terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan seni, seperti halnya performance art, kami berdua pernah manggung di Taman Ismail Marzuki dan ikut berkompetisi dalam Perlomban Theater tingkat SMA se-DKI Jakarta. Dan kami memiliki keinginan yang sama untuk melanjutkan pendidikan kami ke Fakultas Teknik Arsitektur. Sementara aku tidak terlalu menyukai binatang, sahabatku ini menyukai kucing, meskipun dia mengindap asma dan sahabat lainnya adalah seorang penyayang binatang sejati. Nah dia inilah satu-satunya diantara kami berdua yang bercita-cita untuk menjadi Dokter Hewan. Dan dia satu-satunya yang melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi negeri.

Namun kami bertiga memiliki kesamaan, yaitu sama-sama suka bernyanyi, suka nonton pertandingan bola (yah terserah lagi ada Liga apa aja deh? yang penting kami bisa nonton), dan suka suka menjadi diri kami sendiri. Kami bertiga memiliki latar belakang yang berbeda. Secara suku, budaya, status ekonomi dan latar belakang keluarga. Hal itu tercerim pula pada profesi yang kami jalani saat ini, aku seorang Marketing Bank, sementara sahabatku yang kutemui hari jumat ini adalah seorang Dance Instructor dan sahabat kami lainnya adalah seorang dokter hewan dan saat ini berstatus PNS. Namun perbedaan ini justru memberikan warna yang berbeda dalam persahabatan yang kami jalin.

Ketika kami SMA dulu, kami selalu berbagi masalah pelajaran, PR, ujian, kegiatan extrakurrikuler, serta kegiatan lainnya yang biasa disukai anak-anak muda, contohnya jalan-jalan, makan bareng, nonton, pesta sweet seventeen, dan masih banyak lainnya. Satu persamaan yang kami miliki adalah sampai kami mengakhiri masa SMA, kami bertiga tidak ada yang sempat berpacaran.

Aku dan sahabatku sang dance instructor ini melanjutkan pendidikan kami di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, namun kami berbeda kelas, sehingga kami mulai membentuk teman-teman bermain yang berbeda pula. Sementara sahabatku si PNS melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi negeri di kota Jogjakarta. Mulai masa kuliah inilah, ketiga sahabat ini mulai berani melirik cowok, jadilah kami bertiga, masing-masing memiliki pacar, hanya saja kalau aku dan sahabatku si PNS yang di Jogja ini memperoleh teman kampus kami sendiri, berbeda dengan sahabatku sang dance instructor yang satu kampus dengan aku, dia malah kecantol dengan adik kelas kami sewaktu SMA dulu.

Aku adalah yang paling pertama meninggalkan bangku kuliah karena aku lulus lebih awal, kemudian di susul kedua sahabatku dengan waktu yang hampir bersamaan. Saat kami lulus dari tempat kami kuliah masing-masing, kembali status kami menjadi jomblo, karena hubungan kami dengan pacar kami ini tidak berjalan dengan baik.

Kami kemudian terbenam dalam kesibukan kehidupan kami masing-masing, mengejar karir dan melajutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi. Di masa-masa inilah kemudian kami memulai hubungan baru dengan pacar baru. Namun perjalanan pacaran aku dan sahabatku sang dance instructor ini ternyata tidak berakhir dengan pernikahan, kami akhirnya berpisah. Hanya sahabatku si PNS inilah yang akhirnya berhasil bersanding dengan lelaki pilihannya yang dia kenal di kantor tempat mereka bekerja, sebelum dia berstatus PNS.

Tapi ini tidak berarti sahabatku sang dance instructor tidak memperoleh kebahagiaannya, karena pada kenyataanya dia juga telah bersanding dengan seroang lelaki pilihannya. New comer kalau orang bilang, tapi sebenarnya lelaki ini adalah kakak kelas kami sewaktu SMA. Dunia sempit, mungkin benar juga kata orang, kok bolak-balik kita bertemu dengan orang yang sama.Perbedaan usia sahabatku ini dengan suaminya tidaklah terlalu banyak hanya 3,5 tahun, namun dari ceritanya, suaminya ini digambarkan sebagai figure yang ngemong, mandiri dan open-minded. Figure yang merupakan dambaan sahabatku, bagaimana tidak dia si bungsu yang manja, namun dia punya seabrek aktifitas yang mesti di mengerti dari profesinya sebagai dance instructor. Kecintaan aku dan sahabatku pada theater sangat sulit untuk dipahami pasangan kami, karena image yang timbul atas theater di tanah air kita ini banyak sekali yang miring.

Sahabatku ini bercerita pengalamannya berpacaran dengan dua mantannya yang kebetulan aku kenal dengan baik. Semasa pacaran, semuanya lebih banyak di warnai dengan hura-hura dan seneng-seneng, seperti pergi nonton dan makan, jarang ada pembicaraan serius diantara mereka. Rasanya janggal kalau kedua pemuda itu mulai merancang dan membicarakan kehidupan mereka setelah pernikahan. Kata sahabatku ini, sama sekali dia tidak bisa membayangkan, kehidupan seperti apa yang akan dimilikinya setelah menikah. Rasanya semuannya bias dan semu.

Hal inilah yang dia rasakan berbeda saat bertemu dan menjalin hubungan lebih lanjut dengan mantan pacarnya, yang saat ini berstatus suaminya. Usia pacaran mereka tergolong tidak terlampau lama, karena kurang dari 1 (satu) tahun pacaran, mereka memutuskan untuk melangsungkan pernikahan suci mereka melalui Sakramen Pernikahan yang mereka saling terimakan di Gereja St. Theresia, Menteng, Jakarta. Dengan pemuda ini, sahabat baikku mengakhiri masa lajangnya dan dengan pemuda inilah selama masa pacaran, mereka bisa merangkai dan merancang angan-angan kehidupan setelah pernikahan. Semuannya tidak lagi bias atau semu, semuannya begitu nyata, senyata yang dia jalani saat ini.

Cerita sahabatku ini jadi semakin menarik. Dalam memutuskan komitment untuk menikah adalah satu penting yaitu masalah penerimaan. Mereka bedua dapat menerima segala kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki, bukan terbatas pada diri mereka masing-masing, tetapi juga masalah keluarga dan masa lalu. Dimana masalah-masalah ini juga akan memberikan dampak kepada kehidupan mereka di masa mendatang. Mereka sepakat untuk menghadapinya bersama. Sahabatku bilang, “Apa lah yang di cari seorang perempuan dari seorang laki-laki yang menjadi pendamping hidupnya? “ Jawabnya “Rasa aman dimana laki-laki yang kita pilih dapat menjadi tempat kita bersandar dan menakodahi bahtera perkawinan di dalam kesatuan besama Tuhan.” Sedangkan dari sisi seorang laki-laki juga tidak jauh bebeda, Seperti apakah perempuan yang mereka cari sebagai pendamping hidup mereka? Jawabnya kembali kepada esensi seorang wanita di ciptakan oleh Tuhan yaitu untuk menjadi seorang penolong bagi laki-laki itu. Sebuah ending yang sangat indah yang aku terima dari sharing sahabat baikku sendiri.

Aku melihat ini sebagai metamorfosis kehidupan seorang wanita, dari rangkaian perjalanan kehidupan sahabatku yang aku kenal 13 tahun yang lalu, mulai dari SMA, kuliah dan saat ini.

Kedua sahabat baikku, sudah melangkah satu langkah lebih maju dari diriku yaitu menjalani TRUE COMMITMENT mereka di dalam Tuhan, sampai maut memisahkan mereka dengan pasangannya.

0 comments:

 

Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez